Ayoo...berwisata ke Pakpak Bharat..., Negeri seribu Air Terjun di Atas Awan

Sunday, 6 December 2015

MUASAL LAE UNE




Konon kabarnya Pakalima Manik menikah dengan Nan Tampuk Emas yang cantik jelita dengan pesta meriah dan besar – besaran. Belum ada pesta semeriah itu di Suak Simsim. Selama tujuh hari tujuh malam diadakan pesta dengan oning – oningen sangat meriah. Tujuh kerbau badar disembelih untuk keperluan pesta. Kula – kula menerima dengan sangat puas dan bangga tokor berru ( mas kawin) dari putra raja yang kaya raya dan murah hati.
Bertahun – tahun putra raja belum juga berketurunan, cinta lao ( keinginan yang tak terkabul ketika ibu mengandung ) dari kedua mempelai sudah diselidiki dan dipenuhi walau mengada – ada. Semua orang pintar dan ahli nujum, dukun sudah dipanggil namun belum juga membuahkan hasil. Putra raja dan Putri Nan Tampuk Emas sudah pasrah tidak berketurunan ( Tompet ).
Pada siang hari semua orang sibuk bekerja di ladang, putrid Nan Tampuk Emas duduk melamun di jerro ( Rumah peristrahatan yang tinggi ).
Kasa mbeccut abemu berru ?? seseorang berpakaian putih dengan mahkota dikepala bertanya kepadanya, Nan Tampuk Emas ketakutan dia pernah dengar cerita umang ( orang halus ) suka mencelakai manusia.
“ Jangan takut wahai berru, aku tahu kesusahanmu karena belum punya anak engkau cemas putra raja akan menikah lagi “
“ Dia baik pung dan berjanji setia sampai mati”
“ Ia betul,,,!! Tapi rakyat butuh putra mahkota calon raja merek kelak ”
“ Raja bisa dari marga manik lain keturunan raja “
“ Itu tidak perlu terjadi, sebentar lagi engkau akan mempunyai keturunan, putra mahkota yang cakap, gagah, perkasa dan bijaksana ”
“aaa…… !! Benarkah ? “
“ Benar….., setelah lahir engkau harus mandikan di Lae Ordi. Persembahkanlah nditak mbetcih, baja minak dan manuk mbettar ” lalu umang itu menghilang begitu saja.
Putri Nan Tampuk Emas antara percaya dan tidak percaya, namun walaupun begitu putri Nan Tampuk Emas menceritakan hal tersebut kepada Pakalima Mani. Putra raja begitu gembiranya memluk putrid Nan Tampuk Emas penuh sukacita sembari memopongnya ke ngean ( Semacam Pelaminan ).
Tidak berapa lama putrid Nan Tampuk Emas mende dagingna ( hamil ) dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh rakyat dan seisi istana. Ketika bayi itu lahir diberi nama Undung Une dan dipestakan sangat meriah. Kula – Kula dating membawa Kelimbis ( Persendian dari punggung ayam ) dan Undung Une pun dikelembisi.
Begitu girangnya Nan Tampuk Emas mempunyai keturunan seorang bayi lelaki yang tampan, sehingga terlena dan lupa pada janjinya hendak mempersembahkan Nditak mbetcih, Baja minak dan Manuk mbentar serta memandikan Undung Une di Lae Ordi.
Suatu hari Nan Tampuk Emas mengurih–ngurihken ( Mengayun–ayunkan ) Undung Une di Jerro, bersenandung merdu dengan lagu syahdu menidurkan putranya yang tampan, Tiba – tiba seseorang berpakaian putih dengan mahkota dikepala berdiri dihadapannya, Nan Tampuk Emas sangat terkejut, dia langsung ingat pada janjinya lalu Nan Tampuk Emas memohon belas kasihan dan bersedia menerima hukuman yang diberikan kepadanya, namun umang itu tidak peduli pada Nan Tampuk Emas, bayi tersebut secepat kilat digendong umang dan menghilang tiba – tiba. Seisi kampung terkejut akan jeritan Nan Tampuk Emas sementara tangisan Undung Une terdengar di Lae Ordi.
“ Semua lelaki dewasa seisi kampug, cari bayi itu ( Undung Une ), perintah raja”.
Putri Nan Tampuk Emas tidak mau tinggal di istana, dia mengikuti arak-arakan itu. Suara gaduh dan sorak-sorai bergema ke seluruh tebing-tebing curam.
Jika orang mencari kehilir, suara tangisan bayi sudah  di hulu, sebaliknya jka orang mencari ke hulu, suara tangisan bayi sudah di hilir. Pencarianpun dilakukan sampai larut malam yang tidak ada ujungnya. Putrid Nan Tampuk Emas tidak mau pulang ke istana jika belum menemukan bayinya. Syarat yang dulu dikatakan umang kepada putri   Nan Tampuk Emas di buat lagi dengan harapan si umang mengembalikan Undung Une.
“ Undung Une…. !! Undung Une….!!” Ulakken mo dukakku maseh atemu …!! Bila putrid Nan Tampuk Emas memanggil Undung Une di hilir, dijawab tangisan bayi di hulu, begitu juga sebaliknya.
Pada hari ketujuh menjelang malam nampak umang duduk diatas batu dibalik air terjun memangku Undung Une dengan tertawa-tawa. Sinar matahari pada sore hari yang menimpa air terjun memantulkan cahaya kemilau menari – nari mengikuti riak air  dan jatuhnya air terjun , Putri Nan Tampuk Emas langsung bersemangat menyaksikan anaknya tertawa-tawa kecil bersama si umang.
“ Ini anakmu…. Ambillah…!!! Suara umang bergema dari balik air terjun.
Putri Nan Tampuk Emas memperoleh tenaga gaib dengan tiba-tiba. Tubuhnya yang sudah lemah terkulai memperoleh energi untuk bangkit dan seakan berlari diatas cadas yang penuh dengan lumut. Tiba di air yang semakin dalam dia berenang dengan ringan seperti seperti tak memerlukan tenaga untuk mengayunkan kaki dan tangan. Air yang berputar berbalik arah mengalir kearah air terjun sehingga menyebabkan dia seperti terhanyut bukan berenang. Nan Tampuk Emas mendekati pusaran air yang semakin kuat, pada saat itulah umang melemparkan bayi ( Undung Une ) pusat pusaran air. Nan Tampuk Emas berusaha mengejar dan meraih anaknya tetapi tangannya tak sampai menggapai. Putri Nan Tampuk Emas dan putranya Undung Une lenyap ditelan pusaran air. Seluruh penduduk mencari mayat sang putri dan bayinya namun tidak pernah ditemukan. Setiap pagi orang selalu pergi ketempat itu  dengan harapan dapat menemukan bagian tubuh putrid Nan Tampuk Emas dan bayinya.
“ Mike ko we.. ??? ( Mau kemana kamu ) “ jika ada orang bertanya kepada orang yang mencari bagian tubuh putrid Nan Tampuk Emas dan Undung Une, mereka menjawab “ Mi Lae Une “ jawaban singkat bahwa dia menuju sungai untuk mencari Undung Une. Demikianlah sampai sekarang air terjun tersebut dinamakan  LAE UNE.(Diceritakan Ulang Oleh W. Banurea)