Konon kabarnya Pakalima Manik menikah dengan Nan Tampuk Emas yang cantik jelita dengan pesta meriah dan besar – besaran. Belum ada pesta semeriah itu di Suak Simsim. Selama tujuh hari tujuh malam diadakan pesta dengan oning – oningen sangat meriah. Tujuh kerbau badar disembelih untuk keperluan pesta. Kula – kula menerima dengan sangat puas dan bangga tokor berru ( mas kawin) dari putra raja yang kaya raya dan murah hati.
Bertahun
– tahun putra raja belum juga berketurunan, cinta lao ( keinginan yang tak
terkabul ketika ibu mengandung ) dari kedua mempelai sudah diselidiki dan
dipenuhi walau mengada – ada. Semua orang pintar dan ahli nujum, dukun sudah dipanggil
namun belum juga membuahkan hasil. Putra raja dan Putri Nan Tampuk Emas sudah
pasrah tidak berketurunan ( Tompet ).
Pada
siang hari semua orang sibuk bekerja di ladang, putrid Nan Tampuk Emas duduk
melamun di jerro ( Rumah peristrahatan yang tinggi ).
Kasa
mbeccut abemu berru ?? seseorang berpakaian putih dengan mahkota dikepala
bertanya kepadanya, Nan Tampuk Emas ketakutan dia pernah dengar cerita umang (
orang halus ) suka mencelakai manusia.
“
Jangan takut wahai berru, aku tahu kesusahanmu karena belum punya anak engkau
cemas putra raja akan menikah lagi “
“
Dia baik pung dan berjanji setia sampai mati”
“
Ia betul,,,!! Tapi rakyat butuh putra mahkota calon raja merek kelak ”
“
Raja bisa dari marga manik lain keturunan raja “
“
Itu tidak perlu terjadi, sebentar lagi engkau akan mempunyai keturunan, putra
mahkota yang cakap, gagah, perkasa dan bijaksana ”
“aaa……
!! Benarkah ? “
“
Benar….., setelah lahir engkau harus mandikan di Lae Ordi. Persembahkanlah
nditak mbetcih, baja minak dan manuk mbettar ” lalu umang itu menghilang begitu
saja.
Putri
Nan Tampuk Emas antara percaya dan tidak percaya, namun walaupun begitu putri
Nan Tampuk Emas menceritakan hal tersebut kepada Pakalima Mani. Putra raja begitu
gembiranya memluk putrid Nan Tampuk Emas penuh sukacita sembari memopongnya ke
ngean ( Semacam Pelaminan ).
Tidak
berapa lama putrid Nan Tampuk Emas mende dagingna ( hamil ) dan disambut dengan
penuh kegembiraan oleh seluruh rakyat dan seisi istana. Ketika bayi itu lahir
diberi nama Undung Une dan dipestakan sangat meriah. Kula – Kula dating membawa
Kelimbis ( Persendian dari punggung ayam ) dan Undung Une pun dikelembisi.
Begitu
girangnya Nan Tampuk Emas mempunyai keturunan seorang bayi lelaki yang tampan,
sehingga terlena dan lupa pada janjinya hendak mempersembahkan Nditak mbetcih,
Baja minak dan Manuk mbentar serta memandikan Undung Une di Lae Ordi.
Suatu
hari Nan Tampuk Emas mengurih–ngurihken ( Mengayun–ayunkan ) Undung Une di
Jerro, bersenandung merdu dengan lagu syahdu menidurkan putranya yang tampan,
Tiba – tiba seseorang berpakaian putih dengan mahkota dikepala berdiri
dihadapannya, Nan Tampuk Emas sangat terkejut, dia langsung ingat pada janjinya
lalu Nan Tampuk Emas memohon belas kasihan dan bersedia menerima hukuman yang
diberikan kepadanya, namun umang itu tidak peduli pada Nan Tampuk Emas, bayi
tersebut secepat kilat digendong umang dan menghilang tiba – tiba. Seisi
kampung terkejut akan jeritan Nan Tampuk Emas sementara tangisan Undung Une
terdengar di Lae Ordi.
“
Semua lelaki dewasa seisi kampug, cari bayi itu ( Undung Une ), perintah raja”.
Putri
Nan Tampuk Emas tidak mau tinggal di istana, dia mengikuti arak-arakan itu.
Suara gaduh dan sorak-sorai bergema ke seluruh tebing-tebing curam.
Jika
orang mencari kehilir, suara tangisan bayi sudah di hulu, sebaliknya jka orang mencari ke
hulu, suara tangisan bayi sudah di hilir. Pencarianpun dilakukan sampai larut
malam yang tidak ada ujungnya. Putrid Nan Tampuk Emas tidak mau pulang ke
istana jika belum menemukan bayinya. Syarat yang dulu dikatakan umang kepada
putri Nan Tampuk Emas di buat lagi
dengan harapan si umang mengembalikan Undung Une.
“
Undung Une…. !! Undung Une….!!” Ulakken mo dukakku maseh atemu …!! Bila putrid
Nan Tampuk Emas memanggil Undung Une di hilir, dijawab tangisan bayi di hulu,
begitu juga sebaliknya.
Pada
hari ketujuh menjelang malam nampak umang duduk diatas batu dibalik air terjun
memangku Undung Une dengan tertawa-tawa. Sinar matahari pada sore hari yang
menimpa air terjun memantulkan cahaya kemilau menari – nari mengikuti riak air dan jatuhnya air terjun , Putri Nan Tampuk
Emas langsung bersemangat menyaksikan anaknya tertawa-tawa kecil bersama si
umang.
“
Ini anakmu…. Ambillah…!!! Suara umang bergema dari balik air terjun.
Putri Nan Tampuk Emas memperoleh tenaga
gaib dengan tiba-tiba. Tubuhnya yang sudah lemah terkulai memperoleh energi
untuk bangkit dan seakan berlari diatas cadas yang penuh dengan lumut. Tiba di
air yang semakin dalam dia berenang dengan ringan seperti seperti tak
memerlukan tenaga untuk mengayunkan kaki dan tangan. Air yang berputar berbalik
arah mengalir kearah air terjun sehingga menyebabkan dia seperti terhanyut
bukan berenang. Nan Tampuk Emas mendekati pusaran air yang semakin kuat, pada
saat itulah umang melemparkan bayi ( Undung Une ) pusat pusaran air. Nan Tampuk
Emas berusaha mengejar dan meraih anaknya tetapi tangannya tak sampai
menggapai. Putri Nan Tampuk Emas dan putranya Undung Une lenyap ditelan pusaran
air. Seluruh penduduk mencari mayat sang putri dan bayinya namun tidak pernah
ditemukan. Setiap pagi orang selalu pergi ketempat itu dengan harapan dapat menemukan bagian tubuh
putrid Nan Tampuk Emas dan bayinya.
“ Mike ko we.. ??? ( Mau kemana kamu ) “
jika ada orang bertanya kepada orang yang mencari bagian tubuh putrid Nan
Tampuk Emas dan Undung Une, mereka menjawab “ Mi Lae Une “ jawaban singkat
bahwa dia menuju sungai untuk mencari Undung Une. Demikianlah sampai sekarang
air terjun tersebut dinamakan LAE UNE.(Diceritakan Ulang Oleh W. Banurea)