Ayoo...berwisata ke Pakpak Bharat..., Negeri seribu Air Terjun di Atas Awan

Sunday 26 February 2017

Kebudayaan Pakpak sebagai buah dari perdagangan internasional?

Masuknya unsur-unsur budaya Hindu-Buddha (India) ke dalam budaya Pakpak dimungkinkan oleh adanya kontak antarpendukung kedua budaya. Tempat yang paling memungkinkan terjadinya kontak itu di masa lalu adalah Barus, yang bukti-bukti sejarah maupun arkeologisnya menunjukkan tempat ini pernah berjaya sebagai bandar internasional.
Para pedagang dari India mendatangi Barus untuk membeli getah bernilai tinggi yang dihasilkan di daerah Pegunungan Bukit Barisan yang menjadi tempat tinggal orang-orang Pakpak. Bukti kehadiran mereka –terutama dari India selatan/daerah Tamil- adalah Prasasti Lobu Tua, yang ditemukan di Barus, Tapanuli Tengah. Prasasti berangka tahun 1010 Saka (1088 M) ini dikeluarkan oleh suatu serikat dagang yang bernama Ayyāvole 500 (Perkumpulan 500) (Sastri,1932:326 dan Subbarayalu,2002:24).
Dalam beberapa teks berbahasa Armenia yang berasal dari abad ke-13 hingga ke-18 Masehi terdapat suatu tempat yang disebut Pant’chour/Part’chour sebagai tempat asal kamper bermutu terbaik (Kévonian,2002:51). Menurut teks-teks Armenia tempat lain yang juga banyak mengeluarkan kamper bermutu adalah P’anes/ Ēp’anes/ Ēp’anis/Ep’anēs, yang terletak di pantai timur di bawah Perlak/Peureulak. Menurut teks-teks Armenia tersebut hanya ada 2 tempat di Pulau Sumatera yang mengeluarkan mata dagangan kamper yakni Pant’chour dan P’anēs (Kévonian,2002:70–72). Prasasti Rajendra I di Tanjavur menyebutkan tentang “Pannai di tepi sungai” sebagai salah satu tempat yang diserbu tentara Cola pada tahun 1025 M. Berdasarkan sumber-sumber tertulis itu titik-titik kontak antara pribumi Pakpak dengan budaya India adalah Barus yang berada di pesisir barat Sumatera dan Pane di selatannya yang bermuara di pesisir timur Pulau Sumatera.
Walaupun daerah Pakpak berada di gugusan Pegunungan Bukit Barisan, namun lembah-lembah beserta aliran sungainya memegang peranan penting bagi terciptanya komunikasi antara daerah pesisir dengan daerah pedalaman. Di samping itu, gugusan pegunungan, lembah-lembah, dan sungai-sungai yang ada juga ikut menciptakan jaringan perdagangan antara daerah pesisir dan pedalaman. Dunia niaga antara kawasan Singkel dan Barus dengan Pakpak landen (tanah Pakpak) dan Sibolga serta Natal dengan Angkola dan Mandailing banyak ditentukan oleh jalur niaga yang melalui gugusan pegunungan, lembah-lembah, dan sungai-sungai di daerah tersebut (Asnan,2007:40–41).
Sampai awal abad ke-19 penduduk dari subetnis Pakpak, Angkola, dan Mandailing dikenal sebagai pengumpul hasil hutan (terutama kamper dan kemenyan) yang mereka jual ke daerah pantai barat Sumatera. Selain pantai timur Sumatera daerah pesisir barat Sumatera merupakan daerah pasar utama dari berbagai komoditas yang dikumpulkan dan dihasilkan oleh masyarakat Pakpak, Angkola, dan Mandailing (Asnan,2007:42).
Kontak yang terjadi antara orang-orang Pakpak dengan para pendatang dari India di masa lalu mengakibatkan terjadinya akulturasi. Akulturasi adalah salah satu proses perubahan budaya, yang ditandai oleh terjadinya interaksi intensif antara kelompok-kelompok individu dengan kebudayaan berbeda, yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau kelompok-kelompok yang terlibat. Oleh para pakar antropologi akulturasi dapat berupa (Haviland,1988:263):
  1. Substitusi, terjadi ketika satu atau sejumlah unsur kebudayaan yang telah ada sebelumnya diganti oleh unsur kebudayaan baru yang lebih fungsional, sehingga mengakibatkan hanya sedikit perubahan struktural dari kebudayaan bersangkutan.
  2. Sinkritisme, terjadi ketika sejumlah unsur budaya lama bercampur dengan unsur buaya baru sehingga terbentuk suatu sistem baru yang mengakibatkan perubahan kebudayaan yang cukup berarti.
  3. Adisi, terjadi ketika satu atau sejumlah unsur kebudayaan ditambahkan pada kebudayaan yang lama, yang dapat mengakibatkan perubahan struktural atau bahkan tidak terjadi perubahan pada budaya lama.
  4. Dekulturasi, terjadi ketika bagian substansial dari suatu kebudayaan menjadi hilang.
  5. Orijinasi, terjadi ketika sejumlah unsur baru tumbuh dari suatu kebudayaan disebabkan oleh perubahan situasi.
  6. Penolakan, terjadi ketika suatu perubahan berlangsung terlalu cepat sehingga sejumlah besar anggota dari suatu budaya tidak mau menerimanya, yang dapat menyebabkan pemberontakan, penolakan sama sekali, atau gerakan kebangkitan.
Sebagai akibat dari salah satu atau sejumlah proses tersebut, akulturasi dapat tumbuh melalui beberapa jalur. Percampuran atau asimilasi terjadi bila dua kebudayaan kehilangan identitas masing-masing dan menjadi satu kebudayaan. Inkorporasi terjadi bila suatu kebudayaan kehilangan otonominya, namun tetap mempunyai identitas subkultur, seperti kasta, kelas, atau kelompok etnis (Haviland,1988:263).
Dalam hal kebudayaan Pakpak, tampaknya akulturasi yang berupa adisi merupakan proses budaya yang terjadi di masa lalu. Sebelum kedatangan orang-orang India dengan kebudayaannya yang khas, orang-orang Pakpak telah mewarisi kebudayaan tersendiri yang berbeda dari para pendatang dari barat tersebut. Datangnya budaya baru pada masyarakat Pakpak memperkaya khasanah budaya yang telah lama mereka miliki. Pada ranah sistem kepercayaan misalnya sebelum kedatangan kepercayaan Hindu-Buddha masyarakat telah memiliki kepercayaan terhadap roh-roh leluhur. Masuknya agama Hindu-Buddha dengan pantheon-pantheon dan sistem ikonografinya telah menambah ragam bentuk hasil budaya trimatra Pakpak yang telah ada sebelumnya.
Bentuk-bentuk seperti patung angsa yang berfungsi sebagai tutup batu pertulanen sebenarnya tidak lain adalah hasil interpretasi Pakpak terhadap ikonografi Hindu yang dikawinkan dengan bentuk mejan yang telah ada sebelumnya, sebagai suatu simbol kendaraan/wahana arwah. Bentuk mejan awal/asli pribumi Pakpak itu mungkin sebagaimana yang hingga kini masih dapat dilihat di daerah Toba seperti bentuk kepala burung enggang/rangkong, kuda, dan perahu yang dianggap sebagai simbol asli bagi kendaraan arwah.
Sedangkan pengadopsian nama-nama dewa dalam kepercayaan Hindu seperti Batara Guru (Siwa Mahaguru) maupun Boraspati (Wrhaspati) tidak lebih dari penamaan bagi roh-roh leluhur yang telah dinaikkan derajatnya menjadi dewa seiring merasuknya pengaruh Hindu dalam kehidupan orang-orang Pakpak dulu. Hal serupa sebenarnya juga terjadi di Jawa pada masa pulau ini masih dipengaruhi sistem kepercayaan Hindu-Buddha.
Pada masa-masa akhir kejayaan Hindu-Buddha di Pulau Jawa, terdapat bukti bahwa kepercayaan lama yakni pemujaan terhadap nenek moyang makin menguat. Pembuatan candi-candi dan arca-arcanya tidak lain sebenarnya adalah bentuk penghormatan kepada arwah raja yang telah menyatu dengan dewa yang menjadi pujaannya semasa hidup. Jadi tidak lain dan tidak bukan hal itu adalah bentuk penghormatan kepada arwah leluhur yang belum sepenuhnya hilang dalam kepercayaan Jawa, seperti halnya juga pada orang-orang Pakpak dahulu.(Sumber : Berbagai Sumber)

Thursday 23 February 2017

SALAK

1.    LETAK DAN GEOGRAFIS
Kecamatan Salak adalah salah satu kecamatan diantara 8 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah sekitar 245,57 km2 dan merupakan ibukota Kabupaten Pakpak Bharat Batas-batas wilayah Kecamatan Salak adalah sebagai berikut :Sebelah Utara : Kecamatan Tinada, Siempat Rube  Sebelah Selatan : Kabupaten Humbang Hasundutan Sebelah Barat : Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut Sebelah Timur : Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Siempat Rube
2.    KEADAAN ALAM
Kecamatan Salak pada umumnya adalah daerah berbukit-bukit dengan kemiringannya 0 - 25 0 LU , ketinggian antara 700 - 12000 m diatas permukaan laut.
Iklim
Iklim di Kecamatan Salak tidak menentu, ada kalanya musim hujan dan ada kalanya musim kemarau.
Sungai-Sungai
Sungai atau disebut Lae yang mengalir di Kecamatan ini antara lain Lae Impal, Lae Ordi, Lae Simendang, Lae Sokan, Lae Arkis, Lae Leam, Lae Mbalo, Lae Karabaren, Lae Gundur, Lae Mbulan, Lae Sigarap, Lae Silimbatu, Lae Tembaga, Lae Naparohen, Lae Kerembaken, Lae Merempat, Lae Tepu, Lae Salak, dan Lae Mbinanga.
Gunung-Gunung
Gunung atau disebut Delleng yang ada di Kecamatan Salak antara lain Delleng Raja, Delleng Sibarteng, Delleng Sindeka, dan Delleng lainnya.

Pada tahun 1904 pasukan Belanda mendatangi  Salak untuk mencari Raja Sisingamangaraja ke-XII. Pencarian oleh Belanda terus dilakukan, tetapi hasilnya tak kunjung berhasil. Tepatnya tahun 1907, Raja Sisingamangaraja ke-XII berhasil di tembak oleh pasukan Belanda di Pearaja Kelasan, Kabupaten Tapanuli Utara setelah melarikan diri dari Salak.
Pada tahun itu juga terbuka hubungan jalan bagi pedagang-pedagang ke Salak, mereka ada yang datang dari Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah) dan dari Singkil (Aceh) untuk membeli kemenyan di Salak yang sekarang adalah merupakan salah satu mata pencaharian penduduk di kecamatan ini juga pedagang-pedagang dari Toba (Tapanuli Utara) membawa dagangannya seperti Ulos (Sarung) dan cangkul untuk dijual di Salak .
Bentuk Pemerintahan pada waktu itu adalah bentuk Order Districk atau disebut Onder Distrik Sim-Sim dan berkedudukan di Salak dengan membagi kedalam beberapa kenegerian/Kepala Negeri.
Pada tahun 1945 bentuk Pemerintahan diganti menjadi bentuk Urung Kecil yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Pada saat itu namanya adalah Komite Nasional Urung Kecil Sim-Sim dan  berkedudukan di Salak.
Pada tahun 1947 bentuk Pemerintahan berubah lagi menjadi Kewedanan yakni Kewedanan Sim-Sim, dan dibagi atas 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak. Pada waktu itu Camat yang menjabat di Kecamatan Salak adalah P. Panggabean.
Bentuk Kewedanan dihapuskan (1949) tetapi struktur kecamatan tidak berubah. Kecamatan Salak dipimpin Asisten Wedana yaitu P. Panggabean.
Sampai sekarang bentuk pemerintahan tersebut tidak berubah. Asisten Wedana diganti menjadi Pemerintahan Wilayah kecamatan dan dipimpin seorang Camat.
Pada tanggal 28 Desember 2005, kecamatan Salak dimekarkan menjadi 4 Kecamatan. Hal ini sesuai dengan Perda Kabupaten Pakpak Bharat No.08 Tahun 2005 tentang pembentukan Kecamatan STTU Julu, Kecamatan Pagindar, dan Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut.

3.    PEMERINTAHAN
Pada Tahun 2005, Kecamatan Salak dimekarkan menjadi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng-Getteng Sengkut dan Kecamatan Pagindar. Tahun 2014 Kecamatan Salak terdiri dari 6 (enam) desa yang dipimpin 6 (enam) Kepala Desa, dan 29 (dua puluh sembilan) dusun beserta kepala dusunnya. Keenam desa di Kecamatan ini tergolong klasifikasi Desa Swakarya. Sedangkan untuk statusnya 2 desa telah dikategorikan sebagai Desa Sangat Maju, 1 Desa Maju, 2 Desa Tertinggal dan 1 Desa Sangat Tertinggal.
Jumlah PNS, TNI/Polri dan Honorer di Kecamatan Salak pada tahun 2014 sebanyak 356 orang. Berdasarkan komposisi pegawai menurut golongan, golongan III merupakan jumlah yang tertinggi yaitu 134 orang,  dibandingkan dengan golongan II sebanyak 113 orang, golongan IV sebanyak 29 orang dan honorer sebanyak 80 orang. Menurut jenis kelamin, jumlah pegawai perempuan lebih tinggi yakni sebanyak 221 orang dibanding jumlah pegawai laki-laki sebanyak 135 orang.
4. PENDUDUK DAN PENYEBARAN PENDUDUK
Jumlah dan Penyebaran Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Salak Tahun 2014 adalah 7.939 jiwa, terdiri atas 3.914 penduduk laki-laki dan 4.025 penduduk perempuan. Penduduk sebanyak 7.939 jiwa tersebut terdiri dari 1.834 kk dimana jumlah rata-rata per kk adalah 4 jiwa. Tiga desa dengan jumlah penduduk terbesar adalah Desa Boang manalu sebanyak 2.348 jiwa, Desa Salak II 1.943 jiwa dan Desa Salak I 1.784 jiwa, sedangkan 3 (tiga) desa dengan jumlah penduduk terkecil adalah Desa Sibongkaras sebanyak 98 jiwa, Desa Penanggalen Binanga Boang 671 jiwa dan Desa Kuta Tinggi 1.095 jiwa.
Kecamatan Salak memiliki luas wilayah sebesar 245,57 km2, dengan luas wilayah tersebut kepadatan penduduk Kecamatan Salak adalah 32 jiwa/Km2.
Adapun wilayah dengan kepadatan penduduk terpadat adalah Desa Boang Manalu dengan kepadatan 745 jiwa/km2 dan Desa Sibongkaras merupakan desa dengan kepadatan penduduk terkecil 1 jiwa/km2.
Secara keseluruhan, sex ratio penduduk Kecamatan Salak adalah 97,24 % yang artinya pada tahun 2014 setiap 100 jiwa penduduk perempuan di Kecamatan Salak terdapat 97-98 jiwa penduduk laki-laki. Sex ratio tertinggi
adalah pada Desa Sibongkaras yakni 122,73 % sedangkan sex ratio terkecil adalah pada Desa Boangmanalu yakni 92,62 %.
5.  SOSIAL
1    Agama
Penduduk di Kecamatan Salak mayoritas menganut agama Kristen Protestan yaitu sebanyak 6.015 jiwa atau 75,76 persen, agama Islam sebanyak 1.506 jiwa atau 18,92 persen dan agama Katolik sebanyak 422 jiwa atau 5,32 persen.
2.    Pendidikan
Sampai tahun 2014, di Kecamatan Salak terdapat 1 unit TK Negeri, 1 unit RA swasta, 7 Unit SDN, 2 Unit SMPN, 1 unit MTsN serta 1 unit SMAN. Jumlah murid TK/RA sebanyak 190 siswa, SD sebanyak 1.247 siswa, SMP/MTs sebanyak 737 siswa dan SMA 608 siswa. Staf pengajar atau guru untuk TK/RA sebanyak 16 orang dan rata-rata murid TK per 1 orang guru adalah 12 siswa. Guru SD sebanyak 104 orang dan rata-rata murid SD per 1 orang guru adalah 12 siswa.
Guru SMP/MTs sebanyak 64 orang dengan rata-rata murid SMP/MTs per 1 orang guru adalah 10 siswa dan guru SMA sebanyak 45 orang dengan rata-rata murid per 1 orang guru adalah 14 siswa.
3.    Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Salak adalah Rumah Sakit (1 unit), Puskesmas (1 unit), Puskesmas Pembantu (2 unit),Poskesdes (6 unit) dan Posyandu (12 unit).
6.    PERTANIAN DAN PETERNAKAN
Dengan luas kecamatan Salak sekitar 245,57 km2 terdapat areal pertanian persawahan sekitar 2,43 km2, areal pertanian non persawahan  sekitar 46,52 km2, areal perkampungan sekitar 4,88 km2, sedangkan sisanya
areal hutan sekitar 191,74 km2.
Hasil pertanian pada umumnya adalah padi sawah, padi ladang, jagung, kopi, karet sedangkan buah-buahan yang ada di kecamatan Salak adalah nenas, jeruk dan pisang. Sementara untuk peternakan antara lain ternak babi, kerbau, kambing, lembu dan juga ternak unggas seperti ayam dan itik.
Demikianlah ulasan singkat ini kami uraikan untuk dapat menjadi pedoman mengenal sekilas kecamatan Salak dan selanjutnya secara detail diuraikan dalam tabel-tabel yang menjadi isi pokok dari buku ini.

Kami sadar sepenuhnya bahwa penyajian publikasi ini masih banyak kekurangan. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun sebagai bahan koreksi bagi kami untuk perbaikan dan penyempurnaan publikasi berikutnya. (Sumber : Salak dalam Angka)

Wednesday 22 February 2017

PAKPAK SILIMA SUAK

Berdasarkan wilayah komunitas dan dialek bahasa yang digunakan Pakpak mengkategorikan dirinya menjadi lima bagian (lima suak) yang dikenal dengan istilah setempat Pakpak Silima Suak. Masing-masing suak mempunyai perbedaan wilayah komunitas dan juga dialek bahasa yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kelima Suak tersebut terbagi menjadi :
1.       Pakpak Suak Keppas;
2.       Pakpak Suak Pegagan;
3.       Pakpak Suak Simsim;
4.       Pakpak Suak Boang; dan
5.       Pakpak Suak Kelasen.
Masing-masing kelompok suak bila diteliti secara mendalam tentu memiliki perbedaan-perbedaan budaya, tetapi semua kelompok suak mengaku dan mengidentifikasi diri sebagai suku bangsa atau etnis pakpak. Secara sederhana seorang warga Pakpak berasal dari bagian wilayah (suak) tertentu, dapat diketahui darimana marga yang dimiliki. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

MARGA PAKPAK BERDASARKAN DAERAH ASAL
PAKPAK SILIMA SUAK
SUAK SIMSIM
SUAK KEPPAS
SUAK PEGAGAN
SUAK BOANG
SUAK KELASEN
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
·         Padang
·         Solin
·         Berutu
·         Manik
·         Banurea
·         Boangmanalu
·         Bancin
·         Munte
·         Cibro
·         Sinamo
·         Sitakar
·         Tinendung
·         Lembeng
·         Kabeaken
·         Dll
·         Ujung
·         Maha
·         Capah
·         Angkat
·         Bintang
·         Kudadiri
·         Pasi
·         Berampu
·         Saraan
·         Gajah Manik
·         Menjerang
·         Perdosi
·         Dll
·         Lingga
·         Matanari
·         Manik Sikettang
·         Maibang
·         Munthe
·         Dll

·         Ceun
·         Saraan
·         Kombih
·         Berutu
·         Bancin
·         Sambo
·         Manik
·         Ramin
·         Dll
·         Tumangger
·         Tinambunan
·         Anakampun
·         Pinayungan
·         Maharaja
·         Turuten
·         Penarik
·         Meka
·         Mungkur
·         Sikettang
·         Gajah
·         Berasa
·         Kesogihen
·         Dll


Tuesday 21 February 2017

SEJARAH SINGKAT KECAMATAN KERAJAAN

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Dairi menjadi satu derafdeling yang dipimpin oleh seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan seorang Demang berkebangsaan Indonesia. Kedua Pejabat tersebut dinamakan CONTROLEUR DER DAIRI LANDENdanDEMANG DER DAIRI LANDEN.

Onderafdeling der Dairi Landen terdiri dari 3 (tiga) Onderdistrik yaitu:
1. Onderdistrik Van Pakpak
2. Onderdistrik Van Simsim
3. Onderdistrik Van Karo Kampung

Onderdistrik Van Simsim terdiri dari 6 (enam) Kenegrian, 2 diantaranya terdapat di Kecamatan Kerajaan yaitu:
1. Kenegrian Kerajaan di Kuta Saga dipimpin oleh Raja Ekuten Riap Limbong.
2. Kenegrian Siempat Rube di Jambu dipimpin oleh Raja Ekuten JosiaPadang.
Sampai ke Perbuluhen, 4 (empat) kenegrian lagi terdapat di Kecamatan Salak yaitu :
1. Kenegrian Sitelu Tali Urang Julu di Ulumerah
2.Kenegrian Sitelu Tali Urang Jehe di Sibande
3.Kenegrian Salak Pananggalan di Kuta Payung
4.Kenegrian Salak di Salak
Pada masa pembelengguan Nippon di Indonesia pada tahun 1942 s/d 1945 Kenegrian tersebut diganti menjadi Dewan Negeri, yaitu :
1.Dewan Negeri Kerajaan di Kuta Saga dipimpin oleh Pemangku Kepala Negeri Enos Limbong yang membawahi 6 (enam) Kampung, yaitu :
1. Kampung Kuta Saga
2. Kampung Kuta Meriah
3. Kampung Perpulungen
4. Kampung Pardomuan
5. Kampung Sukaramai
6. Kampung Suka Dame

2.Dewan Negeri Siempat Rube di Jambu dipimpin oleh Pemangku Kepala Negeri Musa Sinamo membawahi 9 ( sembilan) kampung, yaitu :
1. Kampung Siempat Rube I
2. Kampung Siempat Rube II
3. Kampung Mungkur
4. Kampung Kuta Babo
5. Kampung Silima Kuta
6. Kampung Tinada
7. Kampung Mahala
8. Kampung Majanggut I
9. Kampung Majanggut II

Sejak masa kemerdekaan, Onderdistrik Van Simsim dirubah menjadi Kewedanan Simsim yang dipimpin oleh KISARAN MASSY MAHA dan Kewedanan ini dibagi 2 (dua) Kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Kerajaan dipimpin oleh Kisaran Massy Maha (Tugas Rangkap)
2. Kecamatan Salak dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean
Kemudian setelah dibentuknya Komite Nasional Daerah pada tanggal 1 Oktober 1947 oleh Residen Tapanuli membentuk 12 Kecamatan di Kabupaten Dairi dan salah satu diantaranya adalah Kecamatan Kerajaan.
Pada agresi kedua tahun 1949 di Kabupaten Dairi, Kecamatan Kerajaan dipimpin oleh asisten Wedana Wal Mantas Habeahan saat itu Kabupaten Dairi terdiri dari 12 Kecamatan.
Pada akhir tahun 1949 Kabupaten Dairi diciutkan menjadi 8 (delapan) kecamatan. Hal ini membawa konsekuensi adanya pergantian kecamatan dan kemudian ditetapkan Wal Mantas Habeahan menjadi Asisten Wedana Kerajaan.
Keadaan ini terus berlangsung dari tahun 1947 s/d 1951 dimana Kecamatan Kerajaan dipimpin oleh Wal Mantas Habeahan. Selanjutnya inilah
nama-nama pejabat di Kecamatan Kerajaan :
1. Wal Mantas Habeahan tahun 1947 s/d 1951 Asisten Wedana
2. Urbanus Rajagukguk tahun 1951 s/d 1954AsistenWedana
3. Mula Ujung Limbong tahun 1945 s/d 1960 Asisten Wedana
4. Mintam Sinaga tahun 1960 s/d 1965 Asisten Wedana
5. Temabah Rosinus Banurea tahun 1965 s/d 1967 Asisten Wedana
6. Jansan Tinambunan tahun 1967 s/d 1969 Asisten Wedana
7. Mangaratua Banurea tahun 1969 s/d 1973 Asisten Wedana
Setelah ditetapkan Undang-Undang No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah, maka sebutan Asisten Wedana dirubah menjadi Camat Kerajaan sejak tahun 1974 adalah :
1. Walimuddin Saragih,BA tahun 1973 s/d 1977
2. Jainal Sinamo,BA tahun 1977 s/d 1982
3. Drs. Masal Munthe tahun 1982 s/d 1987
4. GP Limbong. BA tahun 1987 s/d 1989
5. Drs.Ramses Simamora tahun 1989 s/d 1991
6. Drs.Datulam Padang tahun 1991 s/d 1994
7. Jaintan Kudadiri, BA tahun 1994 s/d 1997
8. Drs. R.M Kaloko Mei 1997 s/d Oktober 1997
9. Citta Tumangger, BA Oktober 1997
10. Drs. R. Zuhri Bintang Oktober 1997 s/d Desember 2004
11. Laktani Solin, SE Desember 2004 s/d Oktober 2007
12. Nasip Mungkur, SH Oktober 2007 s/d Maret 2009
13. Bangun Limbong, SH Maret 2009 s/d September 2010
14. Dencimin Banurea September2010 s/d Oktober 2011
15. Irba Sihotang November 2011 s/d April 2012
16. Ripmo Rasita Padang BTH, SP Mei 2012 s/d Agustus 2014
17. Arles Padang September 2014 s/d sekarang

Demikian sejarah ini disusun secara singkat dan apabila masih ada kekurangan atau kesalahan agar dilaporkan kepada penulis untuk bisa diperbaiki di masa yang akan datang. (Sumber : Kerajaan  dlm angka)